![]() |
Edited by Me |
Aku tidak pernah mengantisipasi "Tanah Tabu" sebelumnya. Membelinya hanya karena label 'Pemenang I Sayembara Novel DKJ 2008' yang terpampang pada sampul depan. Sampai pada Minggu lalu Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) mengumumkan pemenang sayembara yang telah diselenggarakan sejak Juni bertajuk 'Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016'. Lalu, muncullah nama Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie sebagai pemenang pertama sekaligus pemenang satu-satunya pada tahun ini. Usut punya usut, hal yang sama terjadi pada 2008 yang "Tanah Tabu" dinobatkan sebagai pemenang. Pada tahun itu juga tidak ada pemenang kedua dan ketiga.
Keriuhan kemenangan satu-satunya Ziggy dengan naskahnya yang berjudul "Semua Ikan di Langit" membuat orang-orang bertanya-tanya betapa juri gegabah untuk tidak memilih pemenang kedua dan ketiga. Seperti yang diwartakan Tempo.co, para dewan juri yaitu Bramantio, Seno Gumira Ajidarma, dan Zen Hae beralasan adanya perbedaan mutu yang tajam antara pemenang pertama dan naskah-naskah lainnya. Lalu melalui laman resmi DKJ, dewan juri menjabarkan secara runut pertanggungjawaban terpilihnya satu naskah saja sebagai pemenang. Penjelasan ini tentu memberikan napas lega bagi 300-an pembuat naskah lainnya dan mereka yang bertanya-tanya.
Perbedaan mendasar dari kemenangan "Tanah Tabu"-nya Anindita S. Thayf dan "Semua Ikan di Langit" adalah maraknya pemberitaan yang beredar di media cetak maupun daring. Seperti memberikan gambaran bahwa sekarang ini orang-orang sudah pada melek sastra. Setidaknya melek bacaan yang bagus. Atau melek internet. Yah, pokoknya melek tentang pemberitaan semacam ini lah. Jujur, aku susah mencari artikel seputar kemenangan "Tanah Tabu" melalui mesin pencarian. DKJ pun tidak mewartakan apa pun pada laman resminya tentang kemenangan tunggal "Tanah Tabu". Hanya Wikipedia saja yang memberikan data yang—semoga—benar. Apakah pada 2008 lalu internet masih menjadi hal yang susah digapai? Terkumpulnya rasa penasaran itulah yang membuatku ingin gegas menyelesaikan "Tanah Tabu".
Sebenarnya, fenomena kemenangan tunggal Sayembara Novel DKJ 2016 juga pernah terjadi pada 2012—malah sama persis. Kala itu, "Semusim, dan Semusim Lagi" menjadi jawara tunggal yang diikuti empat naskah lainnya sebagai unggulan. Namun, karena sudah membacanya, aku menyangkutpautkannya dengan "Tanah Tabu" yang belum kujamah. Toh mereka sama-sama pemenang tunggal dan kupikir ini waktu yang tepat untuk mengingat kembali kemenangan pada 2008 lalu melalui kisahnya.
Keriuhan kemenangan satu-satunya Ziggy dengan naskahnya yang berjudul "Semua Ikan di Langit" membuat orang-orang bertanya-tanya betapa juri gegabah untuk tidak memilih pemenang kedua dan ketiga. Seperti yang diwartakan Tempo.co, para dewan juri yaitu Bramantio, Seno Gumira Ajidarma, dan Zen Hae beralasan adanya perbedaan mutu yang tajam antara pemenang pertama dan naskah-naskah lainnya. Lalu melalui laman resmi DKJ, dewan juri menjabarkan secara runut pertanggungjawaban terpilihnya satu naskah saja sebagai pemenang. Penjelasan ini tentu memberikan napas lega bagi 300-an pembuat naskah lainnya dan mereka yang bertanya-tanya.
Perbedaan mendasar dari kemenangan "Tanah Tabu"-nya Anindita S. Thayf dan "Semua Ikan di Langit" adalah maraknya pemberitaan yang beredar di media cetak maupun daring. Seperti memberikan gambaran bahwa sekarang ini orang-orang sudah pada melek sastra. Setidaknya melek bacaan yang bagus. Atau melek internet. Yah, pokoknya melek tentang pemberitaan semacam ini lah. Jujur, aku susah mencari artikel seputar kemenangan "Tanah Tabu" melalui mesin pencarian. DKJ pun tidak mewartakan apa pun pada laman resminya tentang kemenangan tunggal "Tanah Tabu". Hanya Wikipedia saja yang memberikan data yang—semoga—benar. Apakah pada 2008 lalu internet masih menjadi hal yang susah digapai? Terkumpulnya rasa penasaran itulah yang membuatku ingin gegas menyelesaikan "Tanah Tabu".
Sebenarnya, fenomena kemenangan tunggal Sayembara Novel DKJ 2016 juga pernah terjadi pada 2012—malah sama persis. Kala itu, "Semusim, dan Semusim Lagi" menjadi jawara tunggal yang diikuti empat naskah lainnya sebagai unggulan. Namun, karena sudah membacanya, aku menyangkutpautkannya dengan "Tanah Tabu" yang belum kujamah. Toh mereka sama-sama pemenang tunggal dan kupikir ini waktu yang tepat untuk mengingat kembali kemenangan pada 2008 lalu melalui kisahnya.